Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Infrastruktur di Daerah Masih Buruk

Rabu, 08 Juni 2011 | 08.03.00 | 0 komentar

JAKARTA– Pengelolaan infrastruktur dasar oleh pemerintah daerah masih buruk. Masalah ini menjadi kendala utama investasi lantaran dinilai sebagai faktor yang paling memberatkan oleh para pelaku usaha.

”Jika dilihat lebih detail, lampu penerangan dinilai paling buruk kualitasnya, diikuti air minum dan jalan darat. Yang patut diperhatikan pula adalah kesenjangan kualitas infrastruktur antara Jawa dan luar Jawa maupun antara daerah induk dan daerah pemekaran serta penurunan kualitas infrastruktur dari waktu ke waktu di sejumlah daerah,” ujar Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) P Agung Pambudhi dalam acara KPPOD Award di Jakarta kemarin.

KPPOD, kemarin, memaparkan hasil survei Tata Kelola Ekonomi Daerah 2011 terhadap 245 kabupaten/kota di 19 provinsi dengan responden 12.391 pemilik usaha atau manajer. Survei bertujuan mengukur ki-nerja pemerintah daerah (pemda) dalam tata kelola ekonomi daerah serta memetakan masalah riil yang dihadapi dunia usaha.

Ada sembilan indikator yang diukur, yakni akses lahan, perizinan usaha, interaksi pemdapelaku usaha, biaya transaksi, program pengembangan usaha, infrastruktur, keamanan dan resolusi konflik, integritas dan kapasitas kepala daerah, serta perda. Dari hasil survei KPPOD dan The Asia Foundation ini,diketahui faktor pengaruh utama bagi kualitas tata kelola sekaligus menjadi masalah paling berat bagi pelaku usaha adalah pengelolaan infrastruktur dasar.

Masalah lain adalah akses lahan, ongkos berbisnis bagi usaha kecil menengah, serta daerahpemekaranberadapada peringkat rendah tata kelola ekonomi. ”Dalam hal infrastruktur ini menarik untuk dicatat bahwa infrastruktur yang dikelola BUMN maupun BUMD memberikan pelayanan yang jauh lebih baik daripada pelayanan yang langsung dilaksanakan pemda,” ujar Agung.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, masalah infrastruktur menjadi kendala utama otonomi daerah. Menurutnya, pembangunan infrastruktur menjadi masalah besar, terutama di saat ketersediaan dana relatif kecil. Dia menuturkan, berdasarkan temuan The Asia Foundation, komposisi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk membayar gaji aparatur di daerah meningkat dari sebelumnya 65% menjadi 95%.

Besarnya alokasi APBD untuk membayar gaji aparatur di daerah menyebabkan pembiayaan pelayanan publik mengecil. ”Ini menunjukkan gejala yang tidak sehat dan perlu diperbaiki,”kata Hatta. Ketua Dewan Pembina KPPODSofjan Wanandimengatakan, berbagai kendala yang ditemukan dalam survei KPPD akan menghambat investasi berpotensi masuk ke daerah.Padahal, dia berharap, aliran investasi akan membuat perekonomian daerah lebih merata.

Ekonom INDEF Ahmad Erani Yustika menilai, penyediaan layanan publik di daerah memang masalah paling vital.Seharusnya,kata dia, dengan keterbatasan dana APBD, pemda bisa mengalokasikan sisa anggaran untuk diprioritaskan dalam pembangunan layanan publik. ”Sifatnya harus ada pemicu yang bisa memancing pembangunan infrastruktur vital di daerah,”kata dia.

Kota Blitar Terbaik

Secara keseluruhan, dari hasil survei Tata Kelola Ekonomi Daerah 2011, diketahui, Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai yang terbaik dalam tata kelola ekonomi daerah. Kota Blitar menempati peringkat teratas untuk indeks keseluruhan tata kelola ekonomi daerah,mencapai 80,5.

Agung Pambudhi menuturkan, Kota Blitar memperoleh nilai subindeks tertinggi untuk infrastruktur. Adapun pada tiga subindeks lainnya, Kota Blitar juga menempati posisi tinggi, yakni peringkat keenam untuk interaksi pemda dengan dunia usaha,peringkat ke-12 untuk kapasitas dan integritas bupati/wali kota, dan peringkat ke-14 untuk perizinan.

”Selain itu, Provinsi Jawa Timur juga menempatkan 10 daerah lainnya di posisi 20 besar indeks tata kelola ekonomi daerah secara keseluruhan, yaitu Kota Probolinggo, Kota Batu, Magetan, Probolinggo, Lamongan,Tulungagung, Blitar, Kota Kediri, Ngawi, dan Nganjuk,”ujarnya.

Sebaliknya, 20 peringkat terbawah indeks tata kelola ekonomi daerah ditempati oleh kabupaten/kota di luar Jawa, terutama Indonesia timur. Kabupaten Waropen, Papua, dinilai oleh pelaku usaha sebagai daerah yang memiliki kualitas tata kelola ekonomi terendah. rini harumi w/bernadette lilia nova

Sumber: seputar-indonesia.com

Posting Komentar