Kepala Unit Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UP3 TKI) Disnakertransduk Jatim Hariyadi Budihardjo mengatakan, permintaan TKI dari luar negeri tak pernah surut. Meski beberapa negara tujuan TKI diempas badai krisis.
“Memang sempat terhenti dan ada pemulangan ketika krisis keuangan. Tapi, permintaan selanjutnya dari negara lain tetap jalan. Permintaan terbesar masih dari Hongkong, Taiwan dan Malaysia,” kata Hariyadi, usai Seminar Dampak Krisis Global terhadap Remitansi TKI di Gedung Bank Indonesia, Selasa (27/4).
Tahun 2009, Jatim mengirimkan 46.418 TKI ke berbagai negara, rinciannya 14.825 TKI ke sektor formal dan 35.728 TKI ke sektor informal.
“Profesi pembantu rumah tangga (PRT) paling besar. Sisanya, bekerja sebagai pengasuh dan perawat, tenaga mekanik dan operator, serta perkebunan. Komposisinya, 70 persen di sektor informal dan 30 persen sektor formal. Tahun ini komposisinya akan dibalik,” urainya.
Di 2010, alokasi TKI ke sektor formal akan lebih diperbesar, misalnya di bidang perkebunan, konstruksi, dan industri elektronika.
“Kita fokus ke wilayah Asia Pasifik, tidak ke Timur Tengah. Wilayah yang disasar masih Malaysia dan Taiwan. Permintaan tenaga perawat orang jompo dan perawat rumah sakit ke Jepang juga tinggi,” ujarnya.
Data 46.418 TKI itu tidak termasuk TKI ilegal yang diprediksi jumlahnya jauh lebih besar. Upaya menekan keberangkatan TKI ilegal melalui program zero terus dilakukan dengan sosialisasi ke seluruh stake holder.
“Utamanya di kantong-kantong TKI, seperti Sumenep, Sampang, Tulungagung, Trenggalek. Keberhasilan sosialisasi saat ini mungkin belum terasa, tapi jangka panjangnya akan terlihat,” jelasnya.
Peneliti Utama Senior Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia (BI) Abdul Aziz menambahkan, pengiriman TKI idealnya disertai pemberdayaan purna kerja.
“TKI menyumbang devisa paling besar. Data BI 2008, remitansi TKI seluruh Indonesia mencapai Rp 5,5 triliun, kontribusi TKI Jatim Rp 3,15 triliun. Angka ini terus bertambah di 2009,” kata Abdul Aziz.
Sayangnya, penanganan TKI di Indonesia belum dilakukan serius. “Jangan lupa, TKI terbukti ikut menstimulasi pertumbuhan perekonomian daerah setempat. Kita lihat di daerah kantong-kantong TKI perekonomiannya sudah banyak yang maju. Jatim, Jateng, NTB paling besar pengiriman TKI-nya,” imbuhnya.
Data remitansi TKI itu merupakan data yang melalui jalur resmi perbankan. Sisanya, aliran uang masuk melalui jalur informal (titip teman dan tetangga) juga tak kalah besar.
Perbankan, lanjut Abdul Aziz, harusnya juga men-support penuh terhadap TKI. Sayangnya, masih sedikit bank yang aware memberi kredit TKI.
“Jangan hanya ambil remitansinya sajalah. Bantu mereka dengan kredit bunga lunak, suppport-lah PJTKI mulai prapemberangkatan, masa penempatan hingga purna penempatan,” sarannya.(SURYA Online)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar