Selama 32 tahun masa orde baru dilarang pertunjukan, sejumlah kesenian khas China kembali bergeliat. Salah satunya wayang Pho The Hie, yang banyak dimainkan saat perayaan Imlek.
Kondisi ini membuat keuntungan bagi pengrajin wayang Pho The Hie, salah satunya adalah Liem Giok Bing, warga Kelurahan Kutoanyar, Kecamatan/Kabupaten Tulungagung. Pria yang menggunakan nama Indonesia Kuwato mengaku kebanjiran order wayang Pho The Hie, yang sebagian diantaranya datang dari luar negeri.
"Kesibukan rutinan ,as. Ya kalau jelang Imlek memang seperti ini, dan kebetulan tahun ini lumayan banyak. Ada yang dari Korea dan China juga," kata Kuwato kepada detiksurabaya.com di rumahnya, Rabu (2/2/2011).
Aktivitas ini diakui Kuwato sebagai warisan dari ayahnya. Hingga saat ini order pesanan bisa membludak, lelaki satu istri ini mengaku tak sekalipun pernah melakukan promosi, dan hanya mengandalkan kepercayaan antar konsumen.
Kuwato menjelaskan, wayang Pho The Hie memang sempat dilarang dimainkan pada masa pemerintahan orde baru, seiring tidak ada pengakuan terhadap Kong Hu Cu
sebagai salah satu agama di Indonesia. Kuwato sendiri mengaku tidak tahu kenapa wayang Pho The Hie dilarang dimainkan pada saat itu, karena kandungan di dalamnya di karena kisah di dalamnya justru mengajarkan budi pekerti luhur.
"Saya masih ingat, saat kecil Ibu selalu mendongengkan ke saya cerita-cerita wayang Pho The Hie, karena memang isinya bagus. Tapi ya biarlah yang lalu biar saja, yang penting sekarang wayang Pho The Hie boleh dimainkan lagi," jelas Kuwato sambil mengingat apa yang dialaminya masa kecil.
Sebagai seorang pengrajin Kuwato juga memilki pemahaman yang cukup baik tentang wayang Pho The Hie, meski untuk memainkannya dia mengaku masih harus banyak belajar.
Cerita wayang yang digelar pada umumnya legenda dan kisah klasik China yang
terkenal, seperti Shi Jin Kwi (menaklukkan Kerajaan See Liang Kok), Poei Sie Giok (yang membela suku bangsa dengan mengadu kemampuan di atas panggung Lui Tay), Jhi Gu Nau Tong Tiauw (dua siluman kerbau membuat huru-hara di Kerajaan Tay Tong Tiauw), Kho Han Bun (jatuh cinta pada siluman ular putih di Danau Si Hu), dan 24 lagu berbakti kepada orang tua sesuai ajaran Khong Hu Cu.
Untuk proses pembuatan wayang Pho The Hiememang dibutuhkan sebuah keahlian khusus. Dibuat dari bahan dasar kayu waru atau mahoni, karakter setiap tokoh dalam wayang Pho The Hie dibuat sesuai dengan kisah-kisah klasik China, lengkap dengan ornamen khas yang dimiliki.
Untuk setiap karakter dalam wayang Pho The Hie, Kuwato mengaku menjualnya seharga Rp 150 ribu hingga Rp 350 ribu, disesuaikan berdasarkan tingkat kerumitan dalam proses pembuatannya. Hari-hari jelang Imlek dia mengaku bisa mendapatkan pesanan minimal 50 wayang, meningkat drastis dibandingkan hari biasa sebanyak lima hingga tujuh wayang.
"Pesanan ini paling banyak dari Tangerang, Semarang dan Surabaya, mas. Karena memang disana kalau Imlek begini banyak klenteng yang memainkannya," pungkasnya. (fat/fat)
Sumber: detik.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar