Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Frekuensi Dentuman Misterius Trenggalek Berkurang

Selasa, 01 Maret 2011 | 00.01.00 | 0 komentar

Trenggalek - Dentuman misterius yang terjadi di sejumlah daerah di kaki Gunung Wilis dinyatakan tidak berbahaya. Bahkan saat ini frekuensi dentuman telah berkurang.

Hal itu dikemukakan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Trenggalek Yoso Mihardi dengan mengutip kesimpulan hasil laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung.

Menurut Yoso, PVMBG menyelidiki dentuman tersebut selama hampir satu pekan. PVMBG juga menyatakan tidak ada yang perlu ditakuti dari dentuman itu karena tidak berpotensi menimbulkan gempa yang lebih besar. “Ini hasil yang melegakan,” kata Yoso kepada Tempo, Senin (28/2).

Penyelidikan yang dipimpin Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Bencana Geologi PVMBG Gede Swantika menghasilkan sejumlah kesimpulan. Dentuman misterius yang bisa dirasakan dan didengar warga di wilayah Kabupaten Trenggalek, Tulungagung, Ponorogo, dan Kabupaten Nganjuk itu merupakan akibat adanya benturan atau gesekan blok tanah atau batuan yang cukup besar di dalam tanah.

Kondisi geologis Trenggalek yang terdiri dari banyak patahan membuat intensitas benturan menjadi cukup tinggi. Hal ini dipicu oleh tingginya curah hujan hampir sepanjang tahun serta adanya daya tektonik.

Pergeseran blok tanah tersebut akan berhenti setelah tercapai kondisi keseimbangan baru pada musim kemarau mendatang. “Banyaknya patahan ini pula yang menyelamatkan Trenggalek dari gempa besar,” ujar Yoso.

Menurut laporan yang diterima Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek, frekuensi dentuman di wilayah Trenggalek hingga saat ini telah mengalami penurunan drastis.

Tidak ada rekahan atau kerusakan akibat aktivitas yang telah terjadi selama dua bulan itu. Aktivitas itu juga dipastikan tidak memicu peningkatan aktivitas vulkanik gunung berapi di sekitarnya.

Hal itu dibenarkan warga di Kecamatan Kampak yang sebelumnya mendengarkan suara dentuman. Setiap hari intensitas suara yang menyerupai mercon bumbung itu berangsur-angsur reda. “Sudah tidak sekeras dan sesering waktu sebelumnya,” tutur Tukiran, 46 tahun, salah seorang warga Kecamatan Kampak. HARI TRI WASONO.

Sumber: tempointeraktif.com

Posting Komentar