Tulungagung - Masyarakat Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, sampai saat ini belum mengagendakan digelarnya ritual manten kucing, sebuah tradisi khas daerah sebagai ritual meminta hujan di saat kemarau.
"Kami belum merasa perlu melakukan itu (ritual manten kucing), terkecuali musim kering berkepanjangan," kata Sarni (80), sesepuh Desa Pelem kepada ANTARA, Senin.
Keputusan itu menurut Sarni bukanlah sikapnya pribadi selaku sesepuh desa yang memiliki tradisi berbau magis tersebut, tetapi juga keinginan mayoritas warga Desa Pelem.
Keengganan warga untuk menggelar ritual meminta hujan melalui serangkaian prosesi pemandian sepasang kucing dewasa serta pagelaran seni tiban tersebut, setidaknya dari tidak/belum adanya permintaan langsung dari kelompok masyarakat maupun kelompok petani setempat.
Realitas tersebut jauh berbeda saat terjadinya kemarau panjang pada kisaran tahun 2007/2008 lalu. Saat itu, puluhan perwakilan kelompok warga dan petani sempat berkumpul di balai desa guna membahas rencana penyelenggaraan manten kucing.
"Kondisinya berbeda dengan saat ini. Tapi jika nanti (kemarau) juga berkepanjangan, tidak menutup kemungkinan ritual manten kucing akan kami gelar di 'coban' (air terjun setempat)," ujarnya menegaskan.
Sebenarnya, ada dua alasan pokok yang mendorong warga menunda digelarnya ritual manten kucing. Selain karena musim kering baru berlangsung sekitar dua bulan, Sarni maupun sejumlah tokoh desa berdalih mayoritas warga setempat saat ini tengah menanam tembakau.
Posisi area persawahan di Desa Pelem yang secara kontur tanah lebih rendah ketimbang saluran irigasi menyebabkan para petani khawatir guyuran hujan hanya akan menyebabkan tanaman tembakau/palawija mereka rusak terendam air.
Karena latar belakang itulah, bagi warga Desa Pelem dan sekitarnya yang sekarang bercovok tanam tembakau atau palawija, kemarau panjang justru dipandang sebagai berkah.
Sebaliknya, mereka akan menganggap turunnya hujan dalam waktu dekat, meskipun hanya gerimis, sebagai bencana lantaran perubahan cuaca ekstrem tersebut hanya akan menyebabkan tanaman tembakaunya rusak, dan itu berarti mereka bakal merugi puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
"Biasanya, kalau hujan tak kunjung turun hingga periode bulan November-Desember, baru kami akan melakukan rembugan desa untuk memutuskan apakah perlu dilakukan ritual manten kucing atau tidak," ucap Kepala Desa Pelem, Nugroho Agus.
Sarni maupun mayoritas penduduk Desa Pelem sejauh ini masih memiliki keyakinan kuat terhadap daya magis ritual manten kucing yang telah mengakar selama puluhan tahun tersebut.
Mereka selalu menyebut, tiap kali dilakukan upacara pemandian sepasang kucing dewasa atau bahkan sekedar membakar kemenyan di sekitar coban bakal mempercepat turunnya hujan di kawasan tersebut.
Meski begitu, tokoh-tokoh adat maupun perangkat Desa Pelem berkeyakinan bahwa keputusan mengenai digelar atau tidaknya ritual unik tersebut tidak bisa diambil/dilakukan secara serampangan, tetapi harus melalui rembug desa dengan melibatkan tokoh-tokoh supranatural setempat. (Destyan)
Sumber: Antara | 19 Sept 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar