Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Dapat Uang Saku Rp 2 Juta, Hanya Terima Rp 500 Ribu

Selasa, 18 Oktober 2011 | 22.49.00 | 0 komentar

Rentannya Menjadi TKI Perempuan di Luar Negeri
Dapat Uang Saku Rp 2 Juta, Hanya Terima Rp 500 Ribu


Di satu sisi, menjadi TKI perempuan di luar negeri memang menjanjikan kesuksesan materi. Tetapi, pada sisi lain, TKI perempuan juga sangat rentan menjadi korban dari orang-orang di sekelilingnya.

Urutannya seperti ini: Yang menjadi ujung tombak perekrutan para calon TKI perempuan itu adalah PL (pekerja lapangan). Merekalah yang bertugas mencari perempuan di pelosok-pelosok untuk direkrut menjadi TKI. Para PL tersebut sungguh sangat agresif karena bayaran mereka lumayan. Yakni, Rp 2 juta per TKI. PL nanti juga menjadi penghubung antara keluarga dan pihak PJTKI.
Setelah direkrut PL, calon TKI perempuan diserahkan kepada sponsor, yakni orang yang menjadi ”pengepul” sekaligus merupakan atasan sejumlah PL. Sponsorlah yang kemudian mengirim para calon TKI perempuan ke PJTKI. Di ”PT” –demikian para PL dan sponsor menyebut PJTKI– itulah ratusan TKI perempuan kemudian di-training. ”Yang utama soal penguasaan bahasa dan pengenalan alat elektronik, seperti vacuum cleaner. Banyak di antara TKI yang bahkan baru kali pertama melihat vacuum cleaner,” ucap Wahyu Giarto, sponsor sebuah PJTKI di Surabaya asal Tulungagung.
Pelatihan tersebut dilaksanakan di penampungan PJTKI. Lama penampungan dua hingga tiga bulan. Sekalian juga menunggu pengurusan paspor dan visa serta penyiapan kontrak kerja yang lamanya dua hingga tiga bulan. Setelah visa keluar, para calon TKI perempuan itu diberangkatkan ke luar negeri (dan diberi uang saku). Lantas, mereka dijemput pihak agency (lembaga penyalur tenaga kerja di negara tujuan) serta diantarkan kepada majikan. Di negara tujuan, rata-rata langsung sudah ada kontrak kerja yang biasanya berdurasi dua tahun.
Lantas, di mana rentannya? Kerentanan pertama terjadi di tingkat PL. Rata-rata calon TKI perempuan yang akan berangkat menerima uang saku sekitar Rp 2 juta. Uang itu biasanya diserahkan kepada calon TKI melalui PL. Kerap PL menyunat uang tersebut hingga tinggal Rp 500 ribu.
Belum lagi, banyak kasus calon TKI ditipu dengan cara dimintai uang beberapa kali. Alasannya, uang itu digunakan untuk biaya administrasi dan sebagainya. Juga tak jarang para TKI telanjur mengeluarkan duit, tetapi ternyata PJTKI-nya awu-awu. Bukan berangkat, mereka malah harus tekor.
Ketika TKI perempuan berada di luar negeri, banyak juga faktor yang bisa mengakibatkannya gagal. Yang pertama adalah faktor keluarga. Misalnya, yang dialami Ngadijah asal Tulungagung. Pada 2008, dia berangkat ke Hongkong. Suaminya kemudian minta uang dengan dalih membangun rumah. Tiap bulan setelah Ngadijah mengirim uang, sang suami mengirim foto sebuah rumah yang dibangun. Tepat dua tahun kemudian, Ngadijah pulang.
Begitu pulang, Ngadijah nyaris mati kena serangan jantung. Betapa tidak, suaminya sudah kabur, sementara rumahnya masih reyot. ”Foto-foto griyane tanggi (foto-foto yang dikirim itu, rupanya, foto rumah tetangga yang sedang dibangun, Red),” kata Murni, adik Ngadijah, dengan nada geram ketika ditemui JPNN sehari setelah Lebaran lalu. Ngadijah langsung menggugat cerai suaminya dan awal 2011 kembali berangkat ke Hongkong.
Sementara itu, faktor kedua adalah kondisi di luar negeri. Kalau itu, sangat banyak. Mulai terseret gaya hidup mewah (beli ponsel mewah-mewah), berpacaran dengan penipu, hingga bertemu dengan majikan yang buruk. ”Apalagi, perlindungan pemerintah sangat buruk di sana,” kata Koordinator Gerakan Hati Indonesia Yulyani. Tak jauh-jauh, dia kemudian mencontohkan kasus pemenggalan kepala Ruyati di Arab Saudi. ”Pemerintah baru tahu setelah dieksekusi,” tambahnya. (ano/c11/kum)

Sumber: radarjogja.co.id | Monday, 17 October 2011

Posting Komentar