TULUNGAGUNG - Dana yang dianggarkan Pemkab Tulungagung untuk membahas 20 rancangan peraturan daerah (ranperda) ditengarai terlalu mahal. Setiap pembuatan ranperda, diduga menelan biaya Rp 184 juta. Jika dikalikan 20 ranperda maka dana yang dikeluarkan sekitar Rp 3,7 miliar.
Pernyataan itu disampaikan Ketua DPRD Tulungagung periode 1999-2004 Chamim Badruzzaman kemarin. Menurut dia, dana yang dianggarkan Pemkab Tulungagung dalam pembuatan ranperda diduga tidak logis. Yakni, dari 20 materi ranperda yang sedang digodok DPRD Tulungagung, diduga menelan biaya Rp 184.961.870 untuk setiap Ranperda.
"Bagi kami, alokasi dana APBD yang dianggarkan itu terlalu tinggi," ujarnya.
Chamim Badruzzaman beralasan, alokasi dana itu dinilai cukup tinggi. Apalagi hingga saat ini belum ada upaya dari esekutif maupun legislatif untuk menyosialisasikan 20 ranperda tersebut. "Beberapa lembaga yang kami konfirmasi mengaku belum pernah disentuh oleh pemerintah dalam pembahasan ranperda tersebut. Ranperda kan dokumen publik, sehingga setiap warga punya hak untuk mengetahuinya," katanya.
Chamim Badruzzaman mengatakan, dari hasil pengamatan terhadap 20 ranperda (kini tinggal 19 Ranperda karena Ranperda tentang izin tempat penjualan minuman beralkohol ditarik Bupati Tulungagung) sebanyak 13 ranperda adalah usulan dari esekutif. Sementara 8 ranperda lainnya usulan dari legislatif.
"Berdasarkan keterangan Wakil Ketua III DPRD Tulungagung Ahmad Djadi ketika menemui perwakilan aliansi masyarakat anti minuman keras (Almarasta) beberapa waktu lalu, sebenarnya usulan dari dewan itu 8 ranperda, namun akhirnya tinggal 7 Ranperda," terangnya.
Sayang Chamim tidak menyebutkan satu ranperda usulan dewan yang tidak dibahas. Juga, alas an mengapa ditarik.
Menurut Chamim Badruzzaman, jika ranperda yang diusulkan dewan sebanyak 7 item, dana APBD yang tersendot sekitar Rp 1.479.694.960. "Yang patut menjadi pertanyaan, ke mana uang itu? Jika melibatkan public hearing kapan?" ucapnya balik bertanya.
Chamim Badruzzaman berpendapat, sebelum ranperda dipansuskan seharusnya diusulkan atau disosialisasikan terlebih dulu ke masyarakat. "Jika demikin, dalam pansus dapat berjalan baik dan tanpa ada tumpang tindih. Seperti halnya, Ranperda tentang Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. Yakni, belum disosialiasikan sudah dipansuskan. Otomatis, jika perda itu pada akhirnya ditolak masyarakat berarti akan cuma-cuma" keluhnya.
Ketua DPRD Tulungagung Isman ketika dikonfirmasi terpisah secara tegas membantah pernyataan M Chamim Badruzzaman terkait alokasi dana ranperda. Politisi dari PDIP itu menilai, dana Rp 184 juta untuk setiap ranperda itu tidak benar. "Tudingan itu salah. Nominalnya tidak sebesar itu. Semua nominal disesuaikan berdasarkan HSPK (harga satuan pokok kabupaten)," katanya.
Menurut Isman, pendanaan ranperda dikelola oleh sekretariat DPRD Tulungagung. Kendati demikian, Isman mencoba memberikan penjelasan. Menurut dia, di manapun setiap pembahasan Ranperda selalu digodok melalui pansus. Dan itu diperlukan biaya. "Misalnya, untuk Tulungagung, ranperda saat ini digodok oleh legislatif dan eksekutif. Nantinya bakal di-publik hearing-kan," katanya.
Pembiayaan perlu. Lanjutnya, untuk penyempurnaan ranperda diperlukan perbandingan ke daerah lain yang sudah mengantongi perda itu. Nah, dana salah satunya untuk kunjungan dan lain sebagainya. "Misalnya, untuk kunjungan ke salah satu departemen di Jakarta, itupun dilakukan dalam satu pansus. Bukan, satu pansus biayanya sebesar Rp 184 juta," paparnya. (tri/her)
Sumber : jawapos.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar