Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

HUT Tulungagung | Mantennya Kucing, Kok Pakai Ijab Kabul?

Jumat, 26 November 2010 | 23.50.00 | 0 komentar

SEPUTAR TULUNGAGUNG — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tulungagung, Jawa Timur, mengecam Festival Manten Kucing yang digelar pemerintah daerah setempat sebagai salah satu kegiatan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-805 Kabupaten Tulungagung.

"Bagaimana mungkin pemerintah memfasilitasi kegiatan yang berbau syirik dan melukai hati umat Islam. Masa, kucing dinikahkan layaknya menikahkan manusia secara Islam? apalagi disertai ijab kabul dan diiringi selawat hadrah segala," kata Wakil Ketua Cabang MUI Maskur Kholil, Kamis (25/11/2010).

Ia menegaskan, ritual atau Festival Manten Kucing yang diikuti 19 kecamatan se-Tulungagung beberapa waktu lalu telah melecehkan kiai dan menodai agama.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fatah Mangunsari, Kedungwaru, itu menjelaskan, yang menjadi sorotan MUI adalah penampilan sosok kiai yang menikahkan kucing layaknya perkawinan manusia.

"Siapa pun boleh mengembangkan budaya. Tapi jangan sekali-kali mencampuradukkan agama dengan budaya. Itu (manten kucing) sama artinya melecehkan kiai," ujarnya.

Kecaman serupa juga dilontarkan Sekretaris MUI, Abu Sofyan Sirojuddin. Menurut dia, pemerintah daerah dan Bupati Heru Tjahjono tidak menghiraukan peringatan MUI sebelum kegiatan, yang tertuang dalam surat bernomor 115/DP-Kab/MUI-TA/2010.

Padahal, surat itu disampaikan secara resmi dan ditandatangani langsung oleh Ketua MUI KH Hadi Mahfud tertanggal 9 November. Ternyata, peringatan itu tidak diindahkan festival dengan menampilkan seperti sosok kiai tetap diadakan.

"Kami sudah jauh-jauh hari melayangkan surat peringatan, tapi surat itu dianggap angin lalu," kata salah satu ulama berpengaruh di Kota Marmer itu.

Di tempat terpisah, Bupati Heru Tjahjono, setelah parade dakon masuk MURI, mengatakan bahwa pihaknya menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat Tulungagung. Ia berjanji, kegiatan yang bisa menimbulkan kontroversi di masyarakat dan kalangan ulama tidak akan digelar lagi pada tahun-tahun mendatang. "Kami minta maaf," kata Bupati.

Festival Manten Kucing sendiri berasal dari ritual serupa yang biasa digelar di Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat. Namun, kemasan ritual itu hanyalah prosesi pemandian sepasang kucing yang secara simbolis dijodohkan di sebuah sumber mata air setempat yang disebut Coban Kromo.
Tradisi itu dilakukan warga Desa Pelem ketika sedang kesulitan air. (*)
Sumber : Kompas.com

Posting Komentar