Dalam Rembug Para Tokoh
TULUNGAGUNG - Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Minuman Keras (miras) masih digodok di DPRD Tulungagung. Namun sejumlah organisasi keagamaan dan massa menolak jika minuman haram tersebut diperjualbelikan secara legal.
Itu terungkap dalam rembug Tulungagung yang digelar DPD KNPI Tulungagung di Graha Radio Joosh kemarin malam. Selain dihadiri organisasi keagamaan dan massa, juga tampak beberapa anggota dewan, seperti Ahmad Djadi (F-Golkar) dan anggota Suprapto (F-PDIP).
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BNK Tulungagung AKBP Yuli Hermanto yang didapuk menjadi salah satu narasumber mengatakan, pertumbuhan industri hiburan di Tuluangagung sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini terdapat 23 hotel, 5 lokasi wisata, 7 rumah makan remang-remang dan sekitar 7.000 kafe.
"Banyaknya tempat hiburan dipastikan mengundang orang dari kota lain untuk datang ke Tulungagung. Jika hal ini tidak diwaspadai, berpotensi komsumsi miras dan narkoba meningkat," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Paguyupan Warung dan Hiburan Tulungagung (Pawahita) Kismadani mengakui jumlah kafe mencapai ribuan. "Namun, dari 7.000 kafe, hanya 10 persen yang mengantongi izin," ucapnya.
Tak hanya itu, maraknya tempat hiburan membuka peluang bagi beberapa pihak untuk meraih keuntungan. Salah satunya purel atau pemandu lagu. "Purel freelance masuk ke Tulungagung," katanya.
Kismadani berharap pemerintah daerah tidak menutup kafe selama Ramadan. Pasalnya, hal itu meyangkut hajat hidup orang banyak. Ribuan karyawan kafe terancam menjadi pengangguran.
Pria berambut panjang itu meminta toleransi. "Pasalnya, sebagian besar penghasilan dari tempat hiburan itu dari penjualan minuman keras," katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tulungagung Abu Sofyan bersyukur dengan adanya pembahasan Ranperda tentang Minuman Keras. MUI berharap, pembahasan Ranperda Miras ini jangan sekadar lahir. Tapi harus benar-benar memberikan makna. "Ingat, mayoritas warga Tulugagung tergolong religius. Setidaknya, dalam ranperda nantinya mendengarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat," tegasnya.
Tanggapan serupa juga dilontarkan Ketua PGRI Tulungagung Suharno. Dia berharap, kafe dan penjualan miras jauh dari kawasan pendidikan. "Jelas kondisi ini sangat mengganggu pendidikan. Untuk itu, harus segera disikapi," paparnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tulungagung Bambang Sukarjono dalam sambutannya mengatakan, penjual miras memang tidak boleh berdekatan dengan sekolah, GOR, Gelanggang Remaja, maupun tempat ibadah. Dia juga menambahkan, ranperda yang digodok DPRD nantinya tidak bersifat melegalkan, tapi bersifat mengatur dan memperketat pengawasan.
"Kita tidak bisa melarang, karenan hukum di atasnya tidak melarang. Yang dilarang itu, jika produksi miras itu berada di Tulungagung," katanya.
Sedang Wakil Ketua PC NU Tulungagung Nurcholis mengatakan, sanksi yang diberikan kepada setiap penjual miras dinilai terlalu ringan sehingga tidak membikin jera. "Masak, sanksinya hanya diminta membayar kerugian senilai 2 minggu keuntungan para penjual miras," katanya.
Ketua KNPI Kabupaten Tulungagung Nyadin mengatakan, dari hasil rembug Tulungagung yang dihadiri sekitar 50 OKP maupun Ormas akan dikirimkan ke Pansus DPRD Tulungagung yang saat ini membahas Ranperda tentang Miras. "Harapan kami, hasil ini setidaknya menjadi rekomendasi atau acuan pansus," katanya. (tri)
Sumber: Jawa Pos
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
+ komentar + 1 komentar
saya hanyalah pengusaha warung kopi (non miras). dulu saya senang dengan adanya paguyupan warung kopiTulungagung (PAWAHITA)
Terimakasih bakul kopi atas Komentarnya di Sepakat Tolak Miras Dilegalkanuntuk menjalin kerukunan sesama pengusaha.
tp kini saya kecewa,PAWAHITA sudah berubah fungsi.
saya mendapat tekanan untuk membayar pungutan liar kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan organisasi PAWAHITA
pertama saya harus membeli stiker anggota PAWAHITA seharga Rp 100.000
kedua saya harus membayar Rp 50.000 perbulan kepada panitia. kalo tidak membayar
dia mengancam akan membuat onar diwarung saya.
hal ini membuat saya sangat tidak nyaman, dan mengganggu saya dalam mencari makan.
PAWAHITA ternyata dipelopori oleh sekumpulan preman. ini tdk layak disebut organisasi.
mohon bantuanya kepada yg membaca komen ini, krn saya tidak tahu kemana saya harus mengadu.
PAWAHITA HARUS DIBUBARKAN...
Posting Komentar