Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Ingin Suguhkan Batik dan Macapat Untuk Bangsa Sakura

Jumat, 26 November 2010 | 23.43.00 | 0 komentar

SEPUTAR TULUNGAGUNG — Harapan Zul Farida Arini (18), untuk mencicipi sushi (makanan khas Jepang), menyentuh katana (pedang samurai pendek), mengenakan kimono sambil berjalan-jalan menyaksikan sisa-sisa kedahsyatan ledakan bom atom di Kota Hiroshima nyaris punah. Zul hanya bisa meletakkan hati begitu mengetahui Sukowitono (42), ayahnya dan Siti Juwariyah (39), ibunya tak memiliki banyak kemampuan untuk mengongkosi keberangkatannya ke Negeri Matahari Terbit (Jepang).

Sulung dari dua bersaudara ini memaklumi, ayahnya hanya seorang karyawan biasa di sebuah pabrik mi instan yang tidak terlalu besar di Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung. Sementara ibunya, murni pengurus rumah tangga. Pasangan suami istri yang bertempat tinggal di RT 01 RW 08 Desa Gilang, Kecamatan Ngunut ini memang bukan keluarga yang berada.

Karenanya, gadis berkaca mata yang berpenampilan kalem ini begitu bersyukur ketika tahu SMA Negeri 01 Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, tempatnya menimba ilmu, memutuskan turut menanggung sebagian beban transportasi yang harus ditanggungnya. “Semua meminta saya agar terus berangkat. Karenanya saya bersyukur sekali bisa berangkat ke Jepang,“ tutur Zul kepada Koran Sindo.

Zul Farida Arini merupakan satu dari 56 pelajar sekolah menengah atas (SMA) di Indonesia yang berkesempatan mengenal masyarakat dan budaya Jepang secara langsung. Melalui sebuah program bernama Genesis Intensive Program (GIP) di departemen pendidikan, para siswa berprestasi ini akan hidup selama 14 hari di Negeri Sakura. Zul sebelumnya pernah mengikuti program serupa untuk tujuan negara Amerika Serikat. Namun siswi kelas 12 jurusan IPA ini tidak lolos pada seleksi komunikasi. Meski jagoan pada hampir seluruh mata pelajaran eksak, Zul kategori pribadi yang pendiam.

“Tanggal 28 November 2010 berangkat ke Jakarta. Kemudian pada tanggal 30 November-3 Desember 2010 mengikuti orientasi atau persiapan di Wisma Handayani. Setelah itu langsung berangkat ke negeri Sakura," tuturnya.

Persoalan muncul ketika pihak panitia menginformasikan setiap siswa diwajibkan menanggung sendiri biaya paspor sebesar Rp700 ribu, ongkos pulang pergi Tulungagung-Jakarta dan biaya selama menjalani orientasi sebesar Rp2 juta serta wajib memiliki simpanan (uang saku) untuk jaga-jaga minimal 500 yen atau sekira Rp5 juta selama di Jepang. “Informasi dari panitia selama hidup di Jepang juga akan diberi uang saku. Tapi saya tidak tahu berapa besarnya,“ papar Zul.

Para siswa akan bertempat tinggal di sebuah house family yang berada di Kota Nara, sebelah selatan ibu kota Tokyo. Selama tujuh hari, siswa akan diajak berjalan-jalan (study tour), mengenal budaya dan masyarakat di Kota Kyoto dan Horishima. Kemudian tujuh hari berikutnya siswa sepenuhnya berada di house family untuk memperdalam pengetahuan mengenai Jepang. “Keluarga Jepang yang ditempati ini informasinya seorang guru,“ terang Zul.

Tidak ingin mengecewakan semua pihak yang sudah mendorong dan membantu kelancaran keberangkatannya, Zul berupaya melakukan segala persiapan dengan optimal. Dia tidak hanya belajar menghafal dan mengucapkan ogenki desuka atau apa kabar, ohayou gozaimasu atau selamat pagi, tetapi juga pergaulan lainnya, termasuk tata krama yang berlaku di masyarakat Jepang. “Saya juga lebih banyak mempelajari artikel mengenai adat istiadat masyarakat Jepang,“ jelasnya.

Zul juga berjuang keras menyingkirkan rasa cemas membayangkan hidup di negeri yang hanya dia kenal dari cerita orang-orang dan informasi di buku serta media. Fisik yang prima juga tak luput dari persiapannya. Beberapa potong baju hangat, selembar selimut dan kaos kaki tebal menjadi bagian dari persiapannya. Sebab informasi yang disampaikan panitia, kedatangan para siswa berbakat ini akan disambut dengan musim dingin. “Yang saya bawa ya jaket dan selimut yang sebelumnya sudah saya miliki. Tidak ada yang baru,“ katanya sembari tersenyum malu.

Satu hal yang menjadi perhatian khusus dari Zul adalah bagaimana bisa menembang macapat dengan baik di hadapan masyarakat Jepang dan siswa dari negara lain yang ikut dalam program ini. Selain batik khas Tulungagung dan baju kebaya, siswi yang bercita-cita menjadi guru di masa tuanya ini ingin menampilkan bagaimana bangsanya memiliki kebudayaan adiluhung yang tidak kalah dengan bangsa lain.

Dia ingin memperlihatkan bagaimana indahnya syair dandang gula, sinom ataupun pangkur sebagai bagian budaya masyarakat Jawa. “Karena pada akhir acara nanti ditutup dengan genesis festival di mana setiap siswa, termasuk dari negara lain, diminta menunjukkan kebudayaan daerahnya masing-masing,“ jelasnya menambahkan berharap bisa mengenakan kimono dan mencicipi aneka ragam makanan khas bangsa Ainu.

Salah seorang guru SMA Negeri 01 Kedungwaru Istiqomah yang mendampingi Zul selama wawancara mengatakan, anak didiknya ini masih membutuhkan dorongan semangat dari semua pihak untuk bisa menapaki cita-citanya. Dalam soal bantuan biaya yang harus ditanggung sendiri oleh Zul, sekolah belum bisa membantu seluruhnya. Karenanya, jika ada pihak yang bersedia mengulurkan tangan untuk siswa berprestasi ini, pihaknya akan menerima dengan tangan terbuka. “Kita semua prihatin ketika melihat seorang pelajar yang berprestasi namun terbatas kemampuan ekonomi orang tuanya,“ tuturnya. (rfa)(Solichan Arif/Koran SI/rhs)
Sumber : okezone.com

Posting Komentar