Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Perusahaan Rokok Kecil di Daerah Terancam Gulung Tikar

Selasa, 22 Februari 2011 | 17.34.00 | 0 komentar

KEDIRI - Lebih dari 100 pengusaha rokok berskala kecil di Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, terancam gulung tikar. Dalam satu bulan sebanyak 10 perusahaan ditutup akibat kenaikan tarif pita cukai dan harga tembakau.

Direktur Pemasaran Perusahaan Rokok (PR) Mardi Jaya Tulungagung Agus Mustakim mengatakan, persoalan yang dihadapi pengusaha rokok berskala kecil nyaris tak pernah berakhir. Sejumlah perusahaan mulai melakukan pengurangan produksi secara besar-besaran untuk menghindari gulung tikar. “Semua langkah efisiensi kami lakukan,” kata Agus kepada Tempo, Selasa (22/2).

Perusahaan yang memproduksi rokok merek 45 ini telah mengurangi kapasitas produksi hingga 30 persen. Jika sebelumnya kapasitasnya tiga karton per hari, saat ini hanya dua karton saja. Masing-masing karton berisi 1.000 pack rokok berisi 12 batang rokok kretek. Produk tersebut dijual ke kawasan Sumatera untuk menghindari kompetitor raksasa, seperti PT Gudang Garam dan Sampoerna.

Nasib buruk yang menimpa perusahaan rokok kecil, menurut Agus, dipicu oleh kenaikan pita cukai sejak Januari 2011. Jika sebelumnya Rp 906 per pack, saat ini meningkat menjadi Rp 1.088 per pack.

Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga tembakau di kawasan Tulungagung dan Trenggalek yang terus meroket. Saat ini harga tembakau untuk rokok kelas menengah ke bawah telah menembus angka Rp 43.000 per kilogram dari harga sebelumnya Rp 28.000 per kilogram. “Kami tak berani menaikkan harga jual agar tetap mempertahankan pasar,” ujar Agus yang membanderol rokoknya hanya Rp 3.000 per pack.

Hal yang sama, menurut dia, juga menimpa 114 pengusaha rokok kecil di Tulungagung dan Trenggalek. Bahkan sebanyak 10 pengusaha terpaksa menutup usahanya.

Selain pengusaha, keterpurukan ini juga berdampak pada pendapatan para buruh linting. Penghasilan mereka berkurang drastis akibat penurunan kapasitas produksi yang diberlakukan manajemen. Hal ini semakin menghimpit beban ekonomi mereka yang hanya mendapatkan upah Rp 7.000 per 1.000 batang rokok. “Sehari paling bagus bisa mendapatkan upah Rp 17.000,” tutur Misirah, 52 tahun, salah seorang buruh linting PR Mardi Jaya yang bekerja selama delapan jam sehari.

Meski penghasilannya sangat kecil, Misirah bisa memahami kondisi yang dialami perusahaan. Sebab tak sedikit rekan-rekannya yang terpaksa dirumahkan untuk mengurangi beban pegawai. HARI TRI WASONO.

Sumber: tempointeraktif

Posting Komentar