Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Membelah Samudera di Pantai Popoh

Sabtu, 08 Oktober 2011 | 18.09.00 | 0 komentar

Tulungagung - Awalnya cukup lelah menempuh perjalanan panjang dari jantung kota di Tulungagung. Namun, akan sirna tatkala indahnya pemandangan bukit dan dataran tinggi mulai terasa saat melintasi jalan sempit berkelok.

Pandangan mata semakin nyaman ketika melihat sebuah keindahan dari atas, tepat di jalur menuju Pantai Popoh, Desa Besulih, di kilometer pertama.

Sama dengan pemandangan dan wisata pantai pada umumnya, hamparan laut dengan deburan kecil ombak menyapa ketika masuk area wisata.

Puluhan perahu nelayan bersandar di tepi pantai. Akar-akar pepohonan yang rindang erat mencengkeram hingga tanah, seolah melebur dalam lalu lalang pengunjung serta nelayan setempat.

Ada yang menjala ikan, berjajar memancing, membetulkan perahu, bahkan ada yang menawarkan wisata perahu bahari. Sedangkan bagi penduduk ibu-ibu setempat, mereka sibuk menawarkan ikan panggang dan ikan asin khas kampung setempat.

"Aktivitas setiap hari memang seperti ini. Nelayan laki-laki mencari ikan, dan yang perempuan berjualan. Banyak juga yang menjual manik-manik atau cendera mata sebagai buah tangan pengunjung," ujar Warsito, salah satu penduduk setempat.

Pantai Popoh ini berbentuk teluk, terletak di jalur laut selatan atau Samudera Indonesia. Tepatnya berada di Desa Besulih, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, sekitar 165 km barat daya Kota Surabaya.

Potensi alam yang ditawarkan di Pantai Popoh mulai terlihat sejak tahun 1980-an, dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung dan ditetapkan dengan nama Pantai Indah Popoh (PIP).

Di salah satu sudut pantai, ada seseorang yang menawarkan jasa wisata perahu bahari. Dengan harga hanya Rp7 ribu, setiap pengunjung diajak berkeliling menuju laut lepas Samudera Indonesia.

"Silahkan Mas, Mbak, hanya Rp7 ribu bisa berlayar di laut lepas. 'Monggo' yang mau menikmati, sekalian berangkat sama-sama," tutur sang nelayan menawarkan jasa perahunya.

Perahunya luas terbuat dari kayu yang panjangnya hampir mencapai 10 meter dan lebar hingga 2-3 meter. Di perahu sudah ada bangku dan bisa menampung 30 penumpang.

"Sudah penuh Pak! ayo berangkat," ucap salah seorang pengunjung asal Surabaya, Martudji.

"Kalau penuh, kita siap berangkat sekarang," sahut sang nelayan bernama Rahmat sambil menarik jangkar.

Awalnya hanya mengitari puluhan perahu-perahu nelayan yang "terparkir" tak beraturan dan menyisiri sisi pantai. Hamparan pantai pasir putih merupakan pemandangan yang pertama kali terlihat. Bukit-bukit hijau masih sangat tampak jelas di sekeliling.

Pengunjung juga mendapat suguhan memandangi Pantai Sidem dan Terowongan Niyama, keduanya berada di sebelah barat Pantai Popoh. Belum lagi memandangi bukit-bukit pegunungan batu marmer.

Namun, ketika sang pengemudi perahu membelokkan perahunya, tampaklah hamparan laut lepas sangat luas. Ombaknya mulai terasa, perahu pun seolah terombang-ambing dengan gelombang yang mulai besar.

"Waduh, tambah jauh tambah besar ombaknya. Kalau tidak pegangan bisa jatuh ke laut ini," tutur Martudji kembali.

Sang pengemudi meyakinkan kalau perahu sudah dilengkapi dengan "safety" dan diyakini cukup mampu menerjang dan melawan derasnya arus gelombang.

"Tidak apa-apa, semakin lama kita akan merasakan seperti naik turun di atas perahu. Ini adalah laut lepas Samudera Indonesia. Kapan lagi kita bisa naik perahu di samudera," tandas Rahmat menjelaskan dari pengeras suara.

Di saat perahu semakin menengah, angin juga semakin kencang. Sebuah pengalaman yang tak akan terlupa, karena menaiki perahu nelayan berkekuatan mesin sederhana namun bisa membelah samudera.

Sekitar lima kilometer dari bibir pantai, pengemudi perahu membelokkan haluannya. Di sepanjang perjalanan, pengunjung disuguhkan dengan bukit-bukit berbentuk katak. Tak ayal oleh warga setempat dinamai bukit katak.

Di antara perbukitan, ada satu bukit yang sangat indah karena memancarkan air laut menjulang ke atas, mirip saat ikan paus menyemburkan air dari punggungnya. Bukit itulah yang dinamai Bukit Paus.

"Setiap ombak yang menghantam bukit itu akan mengeluarkan air ke atas, seperti air mancur. Tapi kita hanya bisa melihatnya saja, tidak sampai mendekat," ucap Rahmat kembali.

Saat perahu berputar 180 derajat, atau kembali mengarah ke bibir pantai, terlihat berjajar puluhan orang memancing ikan dari atas perbukitan. Ada yang sambil tiduran, ada juga yang sambil membakar ikan hasil memancing.

Suguhan wisata perahu bahari terakhir yakni melintas di antara ratusan perahu. Meski banyak perahu yang bersandar tak beraturan, namun dengan lihai perahu bahari mampu berkelok melewati satu per satu perahu nelayan lainnya.

"Perahu-perahu ini banyak yang dari Madura, datang ke sini untuk mencari ikan. Bentuknya besar dan banyak hiasannya," tandas Rahmat yang sudah sekitar puluhan tahun sebagai nelayan tersebut.

Perjalanan sekitar 10 kilometer menjadikan pengalaman luar biasa. Siapa saja bisa datang dan merasakan rasanya terombang-ambing seolah membelah samudera.

Oleh: Fiqih Arfani

Sumber: antarajatim.com | Jum'at, 07 Okt 2011

Posting Komentar