Tulungagung - Hakim Pengadilan Negeri Tulungagung, Jawa Timur, sempat mengajari saksi verbal lisan dari kepolisian mengenai cara menyidik yang benar saat sidang lanjutan kasus kecelakaan lalu-lintas dengan terdakwa Suharminto, anggota DPRD setempat, Rabu.
"Kami bukan bermaksud menyalahkan siapa-siapa atau menyudutkan instansi tertentu. Tetapi kenyataannya, fenomena semacam ini (cara penyidikan yang tidak benar) sudah berlangsung puluhan tahun sehingga harus diluruskan," kata ketua majelis hakim PN Tulunggaung, Teguh Harianto.
"Training" gratis tersebut dia sampaikan hanya sesaat setelah membuka sidang lanjutan perkara kecelakaan lalu lintas yang melibatkan salah seorang anggota DPRD setempat dari fraksi PDIP, Suharminto, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Sidang berlangsung mulai pukul 10.30 WIB hingga 12.30 WIB di ruang sidang utama PN Tulungagung dan disaksikan oleh puluhan simpatisan/pendukung Suharminto serta kader PDIP. Secara umum, proses persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi tersebut berlangsung tertib dan lancar.
Begitu sidang dinyatakan dibuka, Kusmindar yang saat itu tampil sendirian sebagai jaksa penuntut umum (JPU) lantas meminta kesempatan kepada majelis hakim untuk menghadirkan dua orang saksi ahli (saksi "verbalisan") dari pihak kepolisian (penyidik), bersamaan dengan diperiksanya dua orang saksi kunci kecelakaan.
Saksi ahli dimaksud masing-masing adalah Briptu Wahyuningtyas serta Briptu Galih Setiawan. Keduanya merupakan tim penyidik yang melakukan investigasi sekaligus pemeriksaan langsung terhadap terdakwa Suharminto maupun saksi beberapa saksi lain yang dianggap mengetahui kronologi kejadian serta melihat langsung peristiwa tabrakan "adu banteng" tersebut.
Namun harapan jaksa supaya saksi "verbalisan" tersebut bisa menguatkan materi dakwaan dan menegaskan unsur pelanggaran hukum yang dilakukan terdakwa Suharminto tampaknya bertepuk sebelah tangan.
Alih-alih bisa menjelaskan detail hasil investigasi pihak kepolisian dalam kasus kecelakaan maut itu, Ketua majelis hakim Teguh Harianto dan hakim anggota Dina Pelita Asmara justru mencecar teknis penyidikan polisi yang menurut mereka tidak benar.
Pantauan ANTARA, setidaknya ada tiga hal yang sempat menjadi sorotan majelis hakim. Pertama, polisi dinilai tidak fair dalam melakukan penyidikan terhadap saksi Sunarto dan Bagus.
Sebagaimana hasil konfrontir keterangan yang dilakukan majelis hakim, polisi diketahui telah "menuntun" atau mengarahkan jawaban saksi Sunarto dan Bagus agar sesuai hasil kesimpulan/olah tempat kejadian perkara yang dilakukan tim penyidik.
Kedua, polisi dinilai lalai dalam melakukan kewajiban selaku tim penyidik untuk membacakan ulang seluruh materi pemeriksaan kepada masing-masing saksi, sebelum memerintahkan mereka menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP).
Ketiga yang tak kalah parah adalah adanya pengakuan berbeda antara saksi Sunarto dengan pihak tim penyidik. Polisi dalam BAP menyebut bahwa saksi Sunarto saat kejadian berada di depan rumah dan melihat langsung peristiwa kecelakaan yang menyebabkan salah satu pihak pengendara tewas.
Padahal, dalam persidangan sebelumnya, saksi Sunarto membantah mengakui dirinya berada di depan rumah dan melihat insiden maut tersebut.
"Saksi juga membantah mengenal terdakwa, padahal dalam BAP seolah dia faham betul siapa itu saudara Suharminto, latar belakangnya hingga pekerjaannya saat ini sebagai anggota dewan," ujar hakim Teguh. (Destyan)
Sumber: Antara | 14 Sept 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar