Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Pengusaha Rokok Tulungagung Pasrah Pemberlakuan "PMK"

Selasa, 06 Desember 2011 | 19.50.00 | 0 komentar

Tulungagung - Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Rokok Tulungagung (Gaperta) mengaku pasrah dengan pemberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 200/PMK.04/2008 per tanggal 10 Desember 2011 mendatang, meski dianggap memberatkan kepentingan bisnis mereka.

"Sebelumnya syarat minimal 50 meter persegi, sehingga bisa dibuat dalam sebuah industri rumahan. Tapi jika ketentuannya minimal 200 meter persegi, banyak anggota kami yang tidak sanggup memenuhinya," ujar Ketua Gaperta, Agus Mustaqim, Senin.

Menurutnya, ketentuan luas minimal 200 meter persegi sebagaimana diatur dalam PMK sangat memberatkan bagi perusahaan anggota Gaperta, yang mayoritas adalah golongan III atau industri rumahan.

Dari 76 perusahaan yang ada di Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung, Agus memperkirakan 39 perusahaan hampir bisa dipastikan lolos verifikasi, 10 dalam proses pengajuan dan diyakini juga akan lolos, sehingga total akan ada 49 perusahaan yang bajak terus berproduksi. Sisanya yang sebanyak 27 perusahaan diyakini akan tutup karena tidak lagi punya kemampuan untuk membuat pabrik dengan ketentuan luas minimal.

Dari 27 perusahaan rokok tersebut menurut catatan Gaperta, mereka mempunyai karyawan sebanyak 580 orang. Dengan ditutupnya 27 perusahaan rokok tersebut, secara otomatis akan menciptakan pengangguran sebanyak jumlah karyawan tersebut.

"Kami meyakini sebanyak 27 perusahaan tidak bisa memenuhi ketentuan batas minimal luas pabrik rokok, sehingga harus berhenti berproduksi. Secara otomatis sebanyak 580 karyawan perusahaan yang tutup tersebut berhenti bekerja dan menjadi pengangguran," katanya.

Sementara, beberapa perusahaan yang dinyatakan lolos verifikasi masih harus menyulap rumah tempat tinggal mereka menjadi pabrik. Mereka harus rela memindahkan anggota keluarganya ke rumah kontrakan dan mengajukan izin rumah mereka menjadi pabrik rokok.

"Beberapa anggota kami mengajukan izin untuk merubah rumahnya menjadi pabrik rokok demi memenuhi ketentuan minimal luas parik 200 meter persegi. Karena ada ketentuan pabrik harus terpisah dari tempat tinggal, terpaksa anggota keuarganya harus diungsikan ke rumah kontrakan," imbuhnya.

Masalahnya, harga-harga bahan baku saat ini turut membuat perusahaan rokok kian tidak berpihak bagi pengusaha. Diungkapkan Agus, harga cengkeh yang tahun lalu berkisar 65 ribu per kilogram, kini menembus harga 200 ribu hingga 250 ribu.

Sedangkan harga tembakau yang tadinya 35 ribu per kilogram, kini menembus harga 40 ribu hingga 100 ribu per kilogram.

Kondisi kian menyulitkan bagi perusahaan rokok, sebab tahun depan pemerintah dipastikan menaikan harga cukai sebesar Rp 10 per batang dari Rp 65 menjadi Rp 75 per batang. Kondisi ini diyakini akan membuat semakin banyak perusahaan rokok yang gulung tikar.

"Dari sisi bahan baku terjadi kenaikan harga yang luar biasa dan melambungkan biaya produksi, sementara pemerintah juga menaikan cukai hingga Rp10 per batang. Ke depan, sepertinya akan semakin banyak perusahaan rokok yang akan bangkrut dan berhenti produksi," pungkas Agus. (Destyan)

Sumber: antarajatim.com | 05 Des 2011

Posting Komentar