Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Dinkes Kesulitan Deteksi Aids Tempat Hiburan Malam

Minggu, 23 Oktober 2011 | 23.40.00 | 0 komentar

Tulungagung - Dinas Kesehatan (Dinkes) maupun Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur kesulitan melakukan deteksi dini persebaran HIV/Aids di sejumlah tempat hiburan malam daerah tersebut.

"Memang tidak mudah untuk bisa masuk ke sana, kami perlu pendekatan khusus," ujar Kasi Penanggulangan Penyakit Menular Dinkes Trenggalek, Didik Eka, Sabtu (22/10).

Ia tidak serta-merta menyatakan ada penolakan dari kalangan pengelola/pengusaha tempat hiburan malam di daerahnya.

Namun, secara eksplisit dia mengakui sejauh ini para konselor HIV bersama tim medis yang mereka kirim ke tempat-tempat hiburan malam maupun rumah karaoke, mengalami resistensi cukup tinggi.

Salah satu kasus yang paling menyolok adalah saat tim medis dari KPA dan dinkes bermaksud melakukan pengambilan sampel darah para pemandu lagu maupun karyawan rumah kafe/karaoke Radja di jalan Pahlawan, Kota Tulungagung.

Saat itu, tim medis yang sudah bersiap menuju rumah karaoke Radja urung berangkat lantaran pihak pengelola menolak bekerja sama.

"Kegiatan ini bersifat sukarela, bukan memaksa. Jadi kalau pihak mereka (pengelola maupun kelompok sasaran) tidak bersedia diambil sampel darahnya, tentu kami juga tidak bisa berbuat apa-apa," kata Didik sembari menegaskan bahwa kegiatan tersebut bukanlah semacam operasi penggerebekan yang memiliki sifat represif.

Menurut Didik, kesulitan serupa juga mereka alami di sejumlah tempat hiburan lain, sepertidi Yess Karaoke, Dinasty Karaoke, Bharata Karaoke, Hotel Narita, maupun sarana "dugem" (dunia gemerlap) lain.

Ada beberapa hal yang menurut Didik menjadi alasan resistensi para pemilik tempat hiburan malam tersebut, di antaranya, kesadaran yang belum muncul, ketakutan dari pihak kelompok sasaran (pemandu lagu maupun karyawan) yang berlebihan, hingga alasan kepentingan bisnis.

Alasan yang disebut terakhir ini diduga menjadi faktor dominan ketidakbersediaan para pengelola/pengusaha tempat hiburan malam untuk bekerja sama dalam upaya pendeteksian secara dini persebaran HIV/Aids di kalangan pemandu lagu maupun pekerja seks terselubung.

"Ada semacam kekhawatiran yang sangat besar apabila hasil pemeriksaan menyatakan positif (HIV/Aids). Mereka mungkin khawatir dampak pemeriksaan bisa mempengaruhi volume maupun frekwensi kunjungan dari pelanggan mereka," kata Didik menganalisa.

Karena itulah, lanjut dia, pihaknya bersikap ekstrahati-hati. "Suasananya harus dibuat bahwa pemeriksaan ini yang butuh mereka, bukan kami," tandasnya.

Kondisi sebaliknya terjadi pada kelompok pekerja warung kopi atau kafe remang-remang yang tersebar di berbagai tempat di Kabupaten Tulungagung.

Meski tidak semua tercakup dalam kegiatan yang diprakarsai KPA dan dinkes ini, pihak pengelola yang tergabung dalam Paguyupan Warung dan Hiburan Tulungagung (Pawahita) jauh lebih kooperatif. Mereka menjadi sasaran utama pengambilan sampel darah dalam upaya pendeteksian secara dini persebaran HIV/Aids karena dianggap memiliki kelompok rentan yang paling tinggi.

Menurut data yang dipublikasikan pihak Dinkes Tulungagung, saat ini tercatat ada 107 pekerja seks komersil (PSK) yang dinyatakan positif HIV/Aids.

Dari jumlah itu, mayoritas atau sekitar 70 persennya berasal dari kelompok PSK terselubung atau tidak langsung, seperti pemandu lagu, "sales promotion girl" (SPG), pekerja kafe/warung remang-remang, dan wanita panggilan lain yang tidak terlokalisir di satu lokalisasi tertentu. (Destyan)

Sumber: Antara | 23 Okt 2011

Posting Komentar