Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

DPRD Tulungagung Mediasi Konflik Warga-Perhutani

Jumat, 09 Maret 2012 | 01.39.00 | 0 komentar

Tulungagung - DPRD Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Rabu berupaya memediasi konflik antara warga Desa Sidem, Kecamatan Gondang, dengan Perum Perhutani yang dituding menyerobot tanah milik penduduk setempat.

Menurut Ketua Komisi A, Suwito, konflik tersebut muncul sejak tahun 1957, di mana warga menuding pihak perhutani telah menyerobot tanah mereka seluas 148 hektare, sebaliknya pihak Perum Perhutani mengklaim tanah tersebut bagian dari wilayah hutan.

"Pada tahun 1957, pihak Perhutani telah menggusur 300 rumah warga di Desa Sidem, dengan alasan berdiri di tanah yang masuk dalam wilayah hutan. Sementara warga berpatokan pada peta yang dikeluarkan pemerintah Belanda tahun 1937, yang menegaskan tanah tersebut masuk wilayah Desa Sidem," terangnya.

Suwito menegaskan, pihaknya mencoba membuka ruang dialog kedua belah pihak untuk mencari solusi, agar masalah ini tidak sampai masuk ke ranah hukum.

"Kasihan warga jika harus berhadapan dalam persidangan dengan institusi yang kuat seperti Perum Perhutani. Untuk itu kami coba mempertemukan keduanya agar tercipta sebuah solusi," imbuhnya.

Ia menjelaskan, berdasar keterangan warga, pada tahun 1942 pemerintah Belanda menyewa tanah milik warga tersebut untuk perkebunan kapas yang dikuasakan kepada seseorang yang bernama Sapuan, namun perkebunan tersebut gagal, hingga akhirnya Sapuan meninggal dunia.

Belakangan muncul sebuah transaksi jual-beli antara warga selaku pemilik tanah, dengan pihak perhutani. Atas dasar transaksi inilah pihak perhutani melakukan proses pembersihan.

"Permasalahan muncul, karena warga tidak pernah merasa menjual tanah yang digarap turun-temurun sejak nenek moyang mereka. Mereka menuntut agar hak atas kepemilikan tanah tersebut dikembalikan," katanya.

Di lain sisi, pihak Perhutani mengklaim telah melakukan penelusuran sejarah kepemilikan tanah dan memastikan tanah segketa tersebut memang bagian dari area hutan.

Masalah kemudian berkembang semakin rumit lantaran pada tahun 1999 Perum
Perhutani membuat berita acara tapal batas (BATB) sebagai dasar hukum penguasaan terhadap wilayah hutan.

"Pihak Perhutani telah membuat BATB yang menguatkan klaim mereka atas tanah tersebut, sementara warga tetap bersikukuh agar tanah tersebut dikembalikan," tuturnya.

Komisi A DPRD Tulungagung terpaksa menunda dialog dengan alasan perlu mengumpulkan berbagai bukti dokumen dan mempelajari perkara ini. Namun menurut Suwito, ada masa antara tahun 1941 hingga keluarnya BATB yang sangat rawan terjadi segala bentuk rekayasa.

“Kami akan menelusuri berbagai dokumen antara jeda waktu tersebut. Dari sana saya yakin akan diketahui di mana letak kesalahannya,” kata Suwito. (Destyan)

Sumber: antarajatim.com | 07 Mar 2012

Posting Komentar