JEMBER - Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur Muhammad Cholily mengungkapkan, dalam tahun 2010 sedikitnya 60 anak menjadi korban perdagangan (human trafficking). Mereka berusia antara 12 hingga 16 tahun, dan dipekerjakan sebagai buruh migran di luar negeri. "Sebagian besar mendapat perlakukan yang tidak baik dari majikan mereka," katanya, Minggu (25/7).
Mereka berasal dari sejumlah daerah, seperti Tulungagung, Malang, Kediri, Jember, dan Banyuwangi. Jumlah terbanyak berasal dari Tulungagung yang merupakan 'kantong' TKI terbesar di Jawa Timur.
Kasus terbaru yang ditangani SBMI menimpa WS, 16 tahun. Warga asal Blitar itu dipekerjakan sebagai buruh migran di Malaysia. Semula WS dijanjikan oleh seorang calo dipekerjakan di Tulungagung, tapi kenyataannya dibawa ke Malaysia dan dijadikan pelayan hotel serta tidak diberikan upah. SBMI sedang mengupayakan agar WS dapat pulang ke Blitar.
Sementara itu, di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Jember terdapat delapan nara pidana dan 41 tahanan anak. Dua di antaranya baru berusia 12 tahun. Mereka terlibat kasus pencurian. ”Sebagian besar dari mereka anak terlantar yang berasal dari keluarga 'broken home',” kata Kepala Sub Seksi Bimbingan, Kesehatan dan Perawatan (Bimkeswat) Lapas Jember Sukamto.
Namun Sukamto menegaskan, perlu dipahami bahwa anak-anak tersebut tidak terlahir sebagai pencuri. Mereka mencuri karena dipaksa oleh keadaan, bahkan karena andil orang dewasa di sekelilingnya.
Adapun di Pusat Perlayanan Terpadu (PPT) Jember, sejak Maret hingga Juli 2010, tercatat 23 kasus anak. Mereka terdiri dari korban dan juga pelaku tindak kriminalitas. "Sebagian besar, yakni 18 anak terlibat kasus tindak kekerasan seksual. Selebihnya kasus pencurian dan pemakaian narkoba," kata Kepala Sub Bidang Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Anak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Josias Anto Budi Nugroho.
Satu kasus yang menurut Anto memprihatinkan melibatkan seorang anak Jember berusia 13 tahun. Dia dituduh memperkosa anak perempuan yang menjadi teman bermainnya. "Dia mengaku melakukan pemerkosaan setelah melihat video porno di HP bapaknya," tutur Anto.
Sedangkan Balai Pemasyarakatan (Bapas) mencatat sejak januari hingga Juni 2010, terdapat 55 kasus tindak kriminalitas yang melibatkan anak-anak. "Kasus yang mendominasi adalah pencurian," kata Agustin, salah seorang Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas Jember.
Menurut Agustin, anak-anak terlibat tindak kriminalitas karena berbagai faktor, di antaranya masalah ekonomi dan ketidakmampuan sistem pendidikan yang mengakibatkan masyarakat miskin sulit menghindarkan anaknya dari putus sekolah, dan tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. MAHBUB DJUNAIDY
Sumber : TEMPO Interaktif
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar