Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) III/2011 Jawa timur sekitar 75 hari lagi digelar di Kediri, 15-22 Juli. Sekitar 9.000 atlet dan offisial dari 29 KONI Kabupaten dan 9 KONI Kota akan menyerbu Kota Kediri, Kab. Kediri, Kab. Nganjuk, Kota Blitar, Kab. Tulungagung, dan Kab. Trenggalek. Mereka bertempur memperebutkan medali emas sebagai simbol prestisius tercepat, tertinggi, dan terkuat. Ironisnya kualitas kinerja Pengurus Besar (PB) Porprov yang diketuai pejabat Ketua Harian KONI Jatim, tak menunjukkan peningkatan dibanding 2 Porprov sebelumnya, di Surabaya dan Kotamadya Malang. Berjibun masalah dan carut marutnya yang buntutnya meninggalkan kerugian materi pada daerah yang menjadi tuan rumah. Mengapa demikian?
Oleh : Prima Sp Vardhana
PEMERINTAH Kota (Pemkot) Kediri sudah pasti sebagai tuan rumah Porprov III/ 2011. Penunjukan Kota Tahu itu dilakukan lewat Rapat Koordinasi (Rakor) KONI Jawa Timur dengan KONI Daerah di aula pertemuan Sekretariat KONI Jatim Jl. Kertajaya Indah Timur, 4 Maret 2010. Selain Kota Kediri yang ketiban sampur sebagai tuan rumah kegiatan multievent dua tahunan itu, Kota Madiun juga bernasib sama sebagai tuan rumah Porprov IV/2013.
Secara organisasi keputusan KONI Jatim era kepemimpinan Imam Utomo itu dalam memilih tuan rumah dua Porprov itu lewat Rakor, sangat kental dengan atmosfer rekayasa. Pasalnya para pengurus KONI memilih keduanya tanpa pertimbangan kesiapan sarana olahraga kedua daerah tersebut dengan alasan yang tidak jelas.
Tak pelak lagi, penetapan Kota Kediri dan Kota Madiun itu sudah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2007 Bab II Bagian Kedua Pasal 12 ayat 1 dan Bagian Keempat, Pasal 15 ayat 3.
Berdasar fakta hukum yang dilanggar itu, maka penujukan Kota Kediri dan Kota Madiun sebagai tuan rumah Porprov sesungguhnya tidak memikili keabsahan dasar hukum. Ini karena dilakukan dengan sistem penunjukan lewat Rakor yang dipimpin langsung oleh Ketua Umum KONI Jatim H. Imam Utomo yang juga Gubernur Jatim.
Dengan tidak adanya keabsahan hukum sebagai tuan rumah Porprov III, maka posisi Kota Kediri sangatlah lemah kalau saja nantinya pasca penyelenggaraan multievent tersebut meninggalkan sebuah permasalahan pendanaan atau yang lain. Kota Kediri harus berjuang keras untuk melakukan pembelaan diri agar permasalahan dari penyelenggaraan Porprov III tersebut diselesaikan KONI Jatim. Sebab pengurus KONI Jatim yang kini dipimpin H. Saifullah Yusuf yang juga Wagub Jatim itu, bukan tidak mungkin untuk tidak memanfaatkan posisi Kota Kediri yang menjadi tuan rumah Porprov III dengan melanggar dua pasal dari PP Nomor 17 Tahun 2007 tersebut.
Soal pelanggaran dua pasal PP tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga itu, secara organisasi sangat diketahui oleh pengurus KONI Jatim saat ini. Seharusnya mereka mengambil langkah-langkah kebijakan agar status Kota Kediri sebagai tuan rumah Porprov III menjadi sah demi hukum. Namun, tidak demikian yang dilakukan para pengurus KONI Jatim. Sehingga sampai kurang 75 hari H penyelenggaraan, status Kota Kediri sebagai tuan rumah Porprov III secara hukum masih tidak sah.
Namun bukan tidak mungkin, status tidak sah Kota Kediri tersebut merupakan bagian skenario besar dari kebiasaan buruk KONI Jatim dalam menentukan daerah penyelenggara dan cabor yang dipertandingkan. Dus, eksistensi tuan rumah Porprov yang sudah terselenggara akan ketiga kalinya itu menjadi tidak wajar. Bagaimana tidak? Kota Kediri, misalnya. Kendati dalam Porpov III tercatat sebagai tuan rumah, tapi keberadaan Kota Tahu itu hanyalah dalam kapasitas dan status sebagai daerah tempat penyelenggaraan saja.
Sedangkan panitia sesungguhnya dalam tiga penyelenggaraan Porprov adalah KONI Jatim, yang berinkarnasi dalam Panitia Besar (PB) Porprov. Dualisme status yang disandang KONI Jatim inilah yang sampai penyelenggaraan ketigakalinya mendatang menjadi sumber dari kerumitan.
Sedangkan kefungsian Kota Kediri sebagai tuan ruamah berbeda dengan Pekan Olahraga Nasional (PON), seperti halnya di Riau XVIII/2012 nanti. Begitu pula Jawa Timur yang pernah menjadi tuan rumah PON XV/2000, yaitu dalam polesi benar-benar sebagai tuan rumah dan Jatim menjadi panitia besarnya. Demikian pula yang berlaku dalam SEA Games, Asian Games dan Olimpiade yang esensinya sama. Panitia Besarnya tentunya adalah negara yang sudah ditunjuk. Bukan organisasi olahraga Asia Tenggara, bukan pula organisasi olaharaga Asia, juga bukan pula organisasi olahraga dunia.
Namun tidak demikian dalam penyelenggaraan Porprov Jatim. Seperti halnya Kediri nanti, hanya kebetulan tempat dan tuan rumah yang ditunjuk, meski kota ini tidak pernah mengajukan apalagi menawarkan diri. Justru saat itu daerah yang mengajukan adalah Banyuwangi dan Madiun, tetapi tidak dipilih tanpa ada kejelasannya.
Kediri relatif lebih kecil dari Malang (Porprov II/2009) apalagi Surabaya (Porprov I/2007). Padahal Cabor olahraga terus mengalami pembengkakan, dari 10 Cabor, kemudian 20 cabor dan sekarang menjadi 26 Cabor. Nomor atau mata pertandingan pun mengalami penggelembungan drastis, kalau di Malang sebanyak 188 nomor dan di Porprov III nanti meningkat jadi 335 nomor. Kenaikan yang hampir dua ratus persen.
Namun Kediri cerdik, dengan asumsi dan proporsi daya tampung akomodasi yang kecil, daerah ini bisa menurunkan hingga 12 Cabor saja dan yang muthakhir hanya 9 Cabor yang diselenggarakan, dengan pembukaan di Stadion Brawijaya dan penutupan di GOR Jayabaya. Strateginya melimpahkan dua cabor pada Kab. Kediri, 2 Cabor di Kab. Trenggalek, 5 Cabor di Kab Tulungagung, 5 Cabor di Kota/Kab Blitar dan 3 Cabor di Nganjuk.
Kendati demikian, Kota Kediri masih kelimpungan untuk menampung sekitar 180 atlet. Itu belum termasuk kontingen tuan rumah sendiri. Total ada sekitar 360 yang belum bisa tertampung di pemondokan resmi dari sekitar 2800 atlet dan ofisial. Alternatifnya, mengajukan mess BI, rumah penduduk, atau mess Gudang Garam. Pengajuan untuk mess Gudang Garam berakhir dengan penolakan, yang membuktikan kredibelitas KONI Jatim di mata dunia usaha telah mengalami kemerosotan.
Kabarnya, panitia besar menyiapkan solusi untuk shif atau bergantian sesuai dengan jadwal pertandingan. Maka atlet dan ofisial cabor yang sudah bertanding harus ulang, untuk digantikan atlet dan ofisial cabor berikutnya. Ini bagian dari kekagetan panitia, dari by number terdeteksi sekitar 9.261 atlet dan ofisial, meski akan berkurang setelah adanya Porprov.
Ini tradisi yang juga tak lazim dan berbeda dengan multi event lain yang biasanya Panitia hanya mengarahkan atlet dan ofisial peserta pada hotel, dan pastisipan memilih sesuai dengan kemampuannya. Di Kediri nanti, akomodasi dan konsumsi sekitar Rp 160 ribu per-atlet dengan subsidi PB 50 persen. Porprov I dan II Rp 100 ribu.
Ketika Panitia Besarnya bukan daerah setempat, kembali muncul persoalan klasik pembangunan dan renovasi venues menjadi tanggungan daerah. Jika dua tahun lalu Malang menyisakan masalah, tahun ini Kediri dan semua daerah penyelenggara akan menanggung hal sama. Beruntung Kediri ada perusahaan besar, sehingga menanggung renovasi venue tenis meja dan membangun kolam renang.
Dengan pola seperti ini daerah menjadi lumpuh dan hanya pelaksana dari pengurus besar. Padahal orang mengira Kediri adalah tuan rumah, meski senyatanya hanya sebagai objek saja meski harus menanggung venues yang anggarannya semacam “sewa”. Kalau tidak ada campur tangan kepala daerah tentu venues akan berarti seadanya dan apa adanya.
“Tuan rumah” Kediri juga tak ikut mempersiapkan pembukaan atau penutupan. Semua acara mulai defile dan atraksi tari dikelola pengurus besar. Jika ini ditanyakan kepada panitia lokal tentu jawabnya seragam, PB lah yang mempersiapkan semuanya. Juga berlaku untuk transportasi, medali, perlengkapan venues, konsumsi, media center dan semua keperluan Porprov.
Porprov Jatim memang tampil BEDA. Beda dengan PON, SEA Games, Asian Games, Olimpiade. Agak unik dan menarik, bisa jadi multi event nasional dan internasional itu merupakan keunikan dan khas olahraga Jawa Timur. (#)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2007
TENTANG
PENYELENGGARAAN PEKAN DAN KEJUARAAN OLAHRAGA
BAB II PEKAN OLAHRAGA
Bagian Kedua, Pekan Olahraga Nasional
Pasal 12
(1) Komite olahraga nasional melalui musyawarah olahraga nasional menetapkan paling banyak 3 (tiga) pemerintah provinsi sebagai calon tuan rumah pelaksanaan pekan olahraga nasional, dengan memperhatikan:
a. kemampuan calon provinsi penyelenggara;
b. ketersediaan prasarana dan sarana;
c. dukungan masyarakat setempat; dan
d. pembinaan dan pengembangan prestasi olahraga di masing-masing provinsi.
Bagian Keempat, Pekan Olahraga Daerah
Pasal 15
(3) Penentuan mengenai waktu penyelenggaraan, jumlah peserta, dan jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan dalam pekan olahraga daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam musyawarah komite olahraga provinsi atau komite olahraga kabupaten/kota.
Sumber: Surabaya Post
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar