Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Pusat-Daerah Terbelah

Rabu, 28 Maret 2012 | 17.12.00 | 0 komentar

Surabaya – Peta ‘pertarungan’ antara kubu pro dan kontra kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mengganas. Bila sebelumnya secara kasat mata hanya perang antara wong cilik dengan pejabat, kini di tubuh pemerintah sendiri terpecah belah.

Perang urat syaraf antara daerah dan pusat makin meruncing pasca beberapa kepala daerah nekat ikut berdemonstrasi menolak kenaikan harga bensin. Mereka tak mengindahkan ancaman pemecatan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi.

Luar biasanya, tak hanya kepala daerah dari partai oposisi--didominasi PDIP--tapi bupati/walikota dari partai koalisi pun menentang.

Berdemonstrasi memang hak setiap orang dan tidak secara tegas dilarang dalam UU Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004. Kalangan pengamat pun menilai bila terus terjadi ini akan merusak sistem pemerintahan Indonesia.

Di Jawa Timur saja, sedikitnya ada empat kepala daerah yang mengatakan ‘tidak’ untuk kenaikan BBM dengan berdemo.

Walikota Malang, Peni Suparto (PDIP); Wakil Walikota Surabaya, Bambang Dwi Hartono (PDIP); Walikota Probolinggo, HM. Buchori (PDIP) dan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron (PKB) terjun memimpin demonstrasi dan berorasi di daerah masing-masing.

Peni, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Malang, mengatakan ancaman Mendagri itu sama sekali tidak membuatnya takut. Kepala daerah, ungkapnya, dilindungi undang-undang karena dipilih langsung oleh rakyat. Lagi pula sebagai pejabat publik, mereka tidak bisa dipecat begitu saja lantaran menyampaikan aspirasi. “Saya tak takut dipecat, undang-undang melindungi saya. Sikap saya tegas menolak kenaikan harga BBM.”

Hal yang sama juga dikemukakan Bambang Dwi Hartono. Seusai memimpin unjuk rasa di Gedung Grahadi Surabaya, Bambang mengaku siap menerima sanksi dari Mendagri bila langkahnya itu dianggap menyalahi aturan.

"Saya siap diberhentikan. Saya tidak ingin jadi pelacur atau oportunis seperti Mendagri. Mendagri itu kan dulu dari partai yang saya dukung sekarang," kata kader PDIP itu.

Walikota Probolinggo, HM. Buchori mengaku pasrah terkait ancaman Mendagri. "Terus terang saya baru sadar setelah Mendagri mengutip Undang-Undang 32/2004 terkait sumpah jabatan," ujar Walikota HM. Buchori, Rabu (28/3) pagi tadi.

Walikota mengakui, sebagai pejabat negara memang harus mendukung kebijakan pemerintah pusat. Namun secara pribadi dan orang partai (PDIP), HM. Buchori mengaku, harus mendukung kebijakan partainya. "Saya pun orasi 15 menit sebagai pribadi, atas nama partai PDIP, dan atas nama Ketua Baitul Muslimin Jatim," tambahnya.

HM. Buchori menambahkan, dirinya khawatir jumlah orang miskin akan semakin bertambah jika BBM sampai dinaikkan. "Saya kasihan kehidupan orang miskin bakal semakin susah," ujarnya."Silakan saja Mendagri memberikan sanksi, asalkan sanksi itu sesuai ketentuan," ujar walikota.

Hal senada diungkapkan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron. Meski dirinya dari partai koalisi yaitu Ketua DPC PKB Bangkalan tapi penderitaan rakyat harus diperjuangkan. “Kami tahu kalau masyarakat sangat keberatan dengan rencana kenaikan BBM dan saya prihatin, dan ikut menolak rencana tersebut.”

FX Hadi Rudyatmo, yang juga Ketua DPC PDIP, tidak mau kalah. Dia tidak peduli dengan ancaman Mendagri. Sebagai orang yang dipilih rakyat, dia merasa harus mendengar, melihat, dan berbuat untuk mengatasi penderitaan rakyat.

Karena itu, dia siap dipecat jika penolakannya terhadap rencana penaikan harga BBM dianggap salah. "Berjuang toh tidak harus dengan cara menjadi wakil walikota. Saya sudah sampaikan ini kepada kader, jangan marah kalau saya dipecat," kata Rudyatmo.

Di Bali, Gubernur Made Mangku Pastika (diudung PDIP) mengatakan semua orang di Bali tidak setuju harga BBM naik karena akan menyebabkan kenaikan biaya-biaya lain. Namun, semua itu diserahkan kepada pemerintah pusat dan DPR untuk membahasnya.

Sejumlah kepala daerah juga menolak penaikan harga BBM meski tidak ikut berdemonstrasi. Mereka menunjukkan penolakan dengan menandatangani surat dukungan kepada demonstran agar harga bensin tidak naik. Kepala daerah yang melakukan itu antara lain Bupati Ponorogo Amin serta Wakil Bupatinya, Yuni Widyaningsih yang berasal sari Partai Golkar. Ada juga Bupati Tulungagung Heru Tjahjono yang usung oleh PDIP dan PKB kala Pilkada lalu. "Saya sudah tanda tangan. Saya titip pesan, boleh unjuk rasa menyampaikan aspirasi asal jangan anarkis," ujar Heru.

Di sisi lain, gara-gara BBM Partai Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersikukuh menolak meski mereka berada di posisi koalisi. Bahkan PKS siap pecah kongsi dengan Partai Demokrat (PD). “Apabila PKS harus memilih satu di antara dua, tidak mungkin meninggalkan rakyat miskin yang telah membesarkan PKS. Jika opsi yang dipilih pada akhirnya akan menyengsarakan rakyat, maka PKS akan berdiri bersama rakyat," ujar Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sata dikonfrimasi Rabu (28/3).

Mendagri Tak Bisa Pecat

Pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terkait kepala daerah yang menolak keputusan pemerintah pusat, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), ditentang mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yusril Ihza Mahendra.

"Kepala daerah tidak bisa dipecat oleh Menteri Dalam Negeri," ujar Yusril. Yusril mengatakan kepala daerah dipilih oleh rakyat melalui Pilkada atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Terpisah, pengamat politik LIPI, Siti Zuhro mengatakan aksi demo yang dilakukan oleh pemerintah daerah cuma bisa dianggap sebagai tidak etis.

Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, tidak disebutkan secara spesifik tentang pemecatan. Dalam pasal 30 UU No 32 tahun 2004 tersebut, pemberhentian kepala daerah hanya bisa dilakukan oleh Presiden kalau melakukan tindak pidana korupsi dan penjara 5 tahun.

“Apa yang bisa membatalkan kepala daerah antara lain kalau pimpinan daerah melakukan kegiatan makar, kalau yang bersangkutan melakukan korupsi. Intinya dua itu,” ujarnya.

Siti Zuhro menuturkan, dalam pasal 31 UU No 32 tahun 2004 juga dikatakan hal demikian. Pasal 31 ayat 1 dikatakan “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara”

Dia melanjutkan, dalam aturan terutama UU No 32 tahun 2004 ini memang tidak mengatur secara eksplisit. Hanya, Gubernur bisa memberikan peringatan jika memang pemerintah daerah setara kota atau kabupaten melakukan aksi demo menolak kebijakan pemerintah pusat. “Aturan soal demo tidak eksplisit di UU. Makanya ditangani Gubernur. Tahapan-tahapannya adalah diperingatkan dan ditegur."

Sementara, pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Radian Salman mengatakan, “Kalau warning boleh-boleh saja karena hal itu bagian dari negara kesatuan,” tutur dekan dan staf pengajar ilmu tata negara Fakultas Hukum (FH) Unair ini.

Drs. Krisnugroho, M.A mengatakan, ikutnya kepala daerah ditengah-tengah unjukrasa (unras) menolak kebijakan pemerintah tersebut lebih berpotensi pada kepentingan. Tinjauan politis ini juga merupakan bagian dari strategi untuk menaikkan simpati massa yang akan berpengaruh pada rating dukungan publik.

“Keberpihakan kepala daerah, terutama partai oposisi, hanyalah reposisi dalam meraih dukungan publik. Imbasnya adalah kepentingan lebih besar berupa simpati partai dan membesarkan partai,” ingat pakar politik asal Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini dihubungi ponselnya, Rabu (28/3) siang tadi.

Menurutnya, para kepala daerah turut serta dalam unras rata-rata adalah kepala daerah yang memiliki garis partai jelas. Secara nasional, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Gerindra adalah partai yang tetap mengakuisisi sebagai bagian dari sistem konstituen negara yang menolak kenaikan harga BBM. “Momen ini (kenaikan BBM, red) menjadi bagian paling strategis untuk menaikkan rating dukungan massa. Karena muaranya adalah 2014,” tuturnya.

Lantas bagaimana dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang notabene sebagai ‘kongsi’ partai penguasa mundur teratur sebagai pendukung kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM ? “Ini semua muaranya adalah pertarungan pada pemilu 2014. Kepentingannya adalah mencari dukungan publik,” kata Krisnugroho.

Meski demikian, Partai Demokrat tetap berang. Bagi Demokrat, kepala daerah baik bupati walikota, wakil walikota dari partai manapun, termasuk yang diusung PDI Perjuangan harus patuh pada kebijakan pemerintah pusat.

"Tidak boleh ada negara dalam negara. Sepenuhnya harus patuh pada pemerintah pusat untuk menjalankan kebijakan pemerintah pusat," kata salah satu Ketua DPP Demokrat, Didi Irawady Syamsuddin.

Menurut Didi, kepala daerah dari partai manapun bila sudah jadi pejabat negara tentu sudah menjadi milik negara atau rakyat. Jadi, kata dia, tidak ada lagi urusan semata-mata hanya untuk kepentingan partainya.

Didi menegaskan, kepala daerah sebagaimana amanat konstitusi merupakan bagian dari pemerintah pusat. Jadi harus patuh dan menjalankan kebijakan pemerintah pusat.ins,sab,zar,isa

Sumber: surabayapost.co.id | Rabu, 28/03/2012

Posting Komentar