Seputar Tulungagung™  ~   Berita Tulungagung Hari Ini 

Daerah Penyelenggara Sebatas Pelaksana PB Porprov

Selasa, 03 Mei 2011 | 10.11.00 | 0 komentar

Penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) III/2011 Jawa Timur sekitar 75 hari digelar di Kota Kediri, 15-22 Juli. Ironisnya hingga saat ini masih ada persoalan sarana yang belum terselesaikan. Tak pelak lagi, banyak KONI Kabupaten dan Kota yang memprediksi penyelenggaraan pesta olaharaga tergengi di Jatim ini tidak lebih baik dari yang pertama di Surabaya dan kedua di Malang.

oleh Prima Sp Vardhana

KOTA Kediri mungkin tak pernah berobsesi akan ditunjuk KONI Jatim sebagai tuan rumah Porprov III/2011. Karena itu, saat Rapat Koordinasi (Rakor) KONI Jatim dengan KONI Daerah, 4 Maret 2010, utusan KONI Kota Kediri datang sekadar sebagai peserta biasa. Berbeda halnya yang dirasakan KONI Kab. Banyuwangi dan Kota Madiun. Kedua KONIDA itu datang dengan penuh semangat dan amanah dari pemerintahan daerah masing-masing, untuk mengajukan diri dalam proses pencalonan tuan rumah Porprov III/2011.

Namun ”rekayasa” pengurus berkonsep beda. Rakor yang seharusnya haram dimanfaatkan untuk memilih tuan rumah Porprov, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 3 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2007, itu akhirnya diatur menunjuk Kota Kediri. Sedangkan pengajuan Banyuwangi dan Madiun lantaran sarana dan prasarananya yang telah siap, ternyata tak digubris dan dipilih dengan tanpa adanya kejelasan.

Tak pelak lagi, Kediri pun saat itu kelimpungan dan bingung. Mayoritas peserta Rakor juga kaget atas keputusan KONI Jatim tersebut. Kendati demikia hanya KONI Banyuwangi, KONI Madiun dan KONI Surabaya saja yang berani mengkritisi. KONIDA lainnya hanya diam saja. Keputusan sudah dipilih dan tak mungkin lagi dilakukan perubahan. Dengan kondisi Kediri yang relatif lebih kecil dari Malang (Porprov II/2009) apalagi Surabaya (Porprov I/2007), maka KONI Jatim pun putar akal dengan memanfaatkan daerah pendukung Kediri juga dipilih sebagai tempat penyelenggaraan. Kebijakan tersebut sebagai peluang solusi, karena sejak awal Cabor yang akan dipertandingkan dalam Porprov III akan mengalami pembengkakan.

Penambahan Cabor yang dikonsep KONI Jatim pun terealisasi. Porprov III mempertandingkan 26 Cabor. Jumlah itu peningkatan 6 Cabor dari 20 Cabor yang dipertandingkan dalam Porprov II di Malang, dan peningkatan 16 Cabor dari 10 Cabor yang digelar dalam Porprov I di Surabaya.

Nomor atau mata pertandingan yang akan dipertandingkan di masing-masing Cabor juga mengalami penggelembungan drastis. Saat di Malang sebanyak 188 nomor, sementara dalam Porprov III nanti meningkat jadi 335 nomor. Sebuah kenaikan yang hampir dua ratus persen.

Namun Kediri cerdik, dengan asumsi dan proporsi daya tampung akomodasi yang kecil, daerah ini berhasil menurunkan hingga 12 Cabor saja dan yang muthakhir hanya 9 Cabor yang diselenggarakan di kota tahu, dengan pembukaan di Stadion Brawijaya dan penutupan di GOR Jayabaya. Strateginya cukup piawai, melimpahkan 2 Cabor pada Kab. Kediri, 2 Cabor di Kab. Trenggalek, 5 Cabor di Kab Tulungagung, 5 Cabor di Kota/Kab Blitar dan 3 Cabor di Nganjuk.

Kendati demikian, Kota Kediri masih kelimpungan untuk menampung sekitar 180 atlet. Itu belum termasuk kontingen tuan rumah sendiri. Total ada sekitar 360 yang belum bisa tertampung di pemondokan resmi dari sekitar 2800 atlet dan ofisial. Alternatifnya, mengajukan mess BI, rumah penduduk, atau mess Gudang Garam. Pengajuan untuk mess Gudang Garam berakhir dengan penolakan, yang membuktikan kredibelitas KONI Jatim di mata dunia usaha telah mengalami kemerosotan.

Kabarnya, panitia besar menyiapkan solusi untuk shif atau bergantian sesuai dengan jadwal pertandingan. Maka atlet dan ofisial Cabor yang sudah bertanding harus pulang, untuk digantikan atlet dan ofisial Cabor berikutnya. Ini bagian dari kekagetan panitia, dari by number terdeteksi sekitar 9.261 atlet dan ofisial, meski akan berkurang setelah adanya Porprov.

Ini tradisi yang juga tak lazim dan berbeda dengan multi event lain yang biasanya Panitia hanya mengarahkan atlet dan ofisial peserta pada hotel, dan pastisipan memilih sesuai dengan kemampuannya. Di Kediri nanti, akomodasi dan konsumsi sekitar Rp 160 ribu per-atlet dengan subsidi PB 50 persen. Porprov I dan II Rp 100 ribu.

Saat Panitia Besarnya bukan daerah setempat, maka persoalan klasik dibalik pembangunan dan renovasi venues yang menjadi tanggungan daerah pun bermunculan. Jika dua tahun lalu Malang menyisakan masalah, tahun ini Kediri dan semua daerah penyelenggara akan menanggung hal sama. Beruntung Kediri ada perusahaan besar, sehingga menanggung renovasi venue tenis meja dan membangun kolam renang.

Dengan pola seperti ini daerah menjadi lumpuh dan hanya pelaksana dari pengurus besar. Padahal orang mengira Kediri adalah tuan rumah, meski senyatanya hanya sebagai objek saja meski harus menanggung venues yang anggarannya semacam “sewa”. Kalau tidak ada campur tangan kepala daerah tentu venues akan berarti seadanya dan apa adanya.

“Tuan rumah” Kediri juga tak ikut mempersiapkan pembukaan atau penutupan. Semua acara mulai defile dan atraksi tari dikelola pengurus besar. Jika ini ditanyakan kepada panitia lokal tentu jawabnya seragam, PB lah yang mempersiapkan semuanya. Juga berlaku untuk transportasi, medali, perlengkapan venues, konsumsi, media center dan semua keperluan Porprov.

Porprov Jatim memang tampil BEDA. Beda dengan PON, SEA Games, Asian Games, Olimpiade. Agak unik dan menarik, bisa jadi multi event nasional dan internasional itu merupakan keunikan dan khas olahraga Jawa Timur.

Sumber: Surabaya Post

Posting Komentar